MODERASI BERAGAMA SEBAGAI MANIFESTASI BHINEKA TUNGGAL IKA

MODERASI BERAGAMA SEBAGAI MANIFESTASI BHINEKA TUNGGAL IKA




Kemajuan teknologi membuat media sosial dapat diakses semua orang tak pandang bulu siapapun dapat menyebarkan ataupun mengambil berbagai sumber informasi, entah itu baik atau buruk sekalipun. Segala berita ataupun informasi muncul tanpa bisa kita kendalikan, yang bisa saja mengandung berbagai isu yang dapat menimbulkan konflik sosial, entah itu bisa saja menyebabkan masyarakat menjadi terprovokasi untuk membangkitkan kolektivitas yang berorientasi kebaikan atau malah akan membuat masyarakat terpecah belah. 

Generasi milenial sekarang yang seharusnya sudah lebih mudah dalam memberikan dan mendapatkan berbagai informasi dirasa gampang dalam mengembangkan ataupun merepresentasikan bagaimana seharusnya sikap yang ramah diantara paham perbedaan yang timbul di masyarakat. Dalam hal ini, pemanfaatan media sosial sangat berpengaruh besar dalam membangun kepekaan masyarakat mengenai hal toleransi umat beragama. Menanggapi banyaknya isu isu radikal yang muncul dalam berbagai sosial media, seharusnya kita para generasi milenial yang lebih paham akan teknologi mampu untuk menyeimbangkan isu isu tersebut dengan memberikan edukasi yang mampu meredam ataupun menimbun kepentingan yang ada agar masyarakat tak ikut terprovokasi.

Sebagai generasi milenial atau yang biasa kita sebut Gen Z, adalah garda terdepan sebagai pelopor perubahan bangsa. Pelopor perubahan kemana bangsa ini akan dibawa, pelopor perubahan bagaimana bangsa ini akan dikenalkan kepada dunia. Bagi kita terutama seorang mahasiswa yang seharusnya sudah mempunyai bekal dalam menghadapi segala problematika sosial yang ada, seyogyanya sadar bahwa gagasan intelektual saja dirasa tak cukup jika kita tidak bisa menyeimbangkannya dengan rasa toleransi antar individu. Indonesia khususnya yang mempunyai banyak keragaman suku, budaya, agama, dan bahasa.

Dirasa tak mudah mengerakan masyarakat untuk bisa harmonis diantara banyak paham dalam suatu negara jika kita tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam bersosial. Agar bisa mencapai cita cita moral dan nilai luhur bangsa, peran milenial dituntut mampu menerapkan konsep polarisasi dalam segala aspek keberagaman, agama khususnya. Karena Indonesia merupakan satu satunya negara dengan kemajemukan 6 agama yang bisa berkembang dalam negaranya. Ini adalah salah satu kekayaan perbedaan yang sangat perlu kita sikapi dengan bijak. Bukan untuk saling mengunggulkan siapa yang paling benar, tetapi untuk memperlihatkan bagaimana keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara diantara banyaknya perbedaan.

Bagi generasi milenial, agama, sains, dan modernitas adalah aspek dari cara hidup yang sama, tidak bertentangan satu sama lain. Karena itu, kita amat meragukan praktik beragama yang betentangan dengan nilai kemanusiaan maupun tindakan menghakimi yang diklaim atas nama Tuhan. Yang seharusnya keimanan tiap individu dapat membawa sesuatu yang memberdayakan, memotivasi, dan menginspirasi dalam mengembangkan konsep kemanusiaan. Dimana seharusnya tak ada sekat perbedaan keyakinan dalam bermsyarakat.

Seperti halnya Bhineka Tunggal Ika, yang biasa kita artikan berbeda beda tetapi tetap satu. Dimana peredaan yang dimaksud bukan hanya mengenai asal muasal etnis, suku, budaya, ataupun bahasa, juga termasuk agama yang dipandang rentan jika tak kita sikapi dengan penuh rasa toleransi. Pemaknaan satu dalam Bhineka Tunggal Ika merepresentasikan bahwa walaupun kita warga negara Indonesia berasal dari suku dan budaya yang berbeda tetapi kita merupakan satu kesatuan yaitu bangsa Indonesia yang mempunyai cita cita dan nilai luhur yang tertanam dalam ideologi bangsa untuk perlu kita wujudkan bersama.

Berbagai keyakinan keimanan tentu membawa konsep tersendiri disetiap agamanya. Lalu bagaimana seharusnya kita berjalan dalam negara majemuk seperti Indonesia ini?. Seperti pemaknaan Bhineka Tunggal Ika diatas, segala perbedaan yang ada perlu kita sikapi dengan bijak, rasa toleransi perlu kita junjung tingi dalam hidup bermasyarakat. Rasa kemanusiaan dalam beragama perlu kita pupuk kembali untuk menggambarkan kehidupan yang berkeadaban. Tak lain untuk mewujudkan seperti dalam konteks agama islam, yaitu rahmatan lil ‘alamin. Yang pada dasarnya, kualitas keimanan dan realitas kehendak Tuhan akan dinilai terhadap seberapa besar kontribusi kita terhadap kemanusiaan. Sekali lagi, bukan hanya dalam konteks saudara seiman, tetapi mencakup pada seluruh umat manusia.

Yang pada kesimpulannya, keindahan moderasi beragama adalah mengesakan Tuhan dan memanusiakan manusia. Dimana peran kaum milenial seharusnya aktif dalam mensosialisasikan toleransi antar umat agar dapat membangun harmoni di tengah kebhinekaan.


Karya: kojahan pergerakan