Darurat PENDIDIKAN



Ada beberapa point darurat pendidikan diantaranya 

1.RUU Sisdiknas Masuk dalam Prolegnas 2025, Langkah Hukum Melegitimasi Liberalisasi Pendidikan

RUU Sisdiknas (Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) yang akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 dapat menjadi pintu masuk bagi liberalisasi pendidikan. Hal ini berarti pendidikan bisa dipandang sebagai komoditas yang diperuntukkan bagi pihak-pihak yang mampu secara finansial, mengesampingkan akses yang setara bagi seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar bagi setiap warga negara bisa beralih menjadi barang dagangan yang menguntungkan segelintir orang.


2. Pemotongan Anggaran BOPTN & BPPTNBH serta PRPTN & PUAPT, Imbasnya Biaya Pendidikan Pasti Naik!

Pemotongan anggaran BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) & BPPTNBH (Bantuan Pemerintah pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) sebesar 50% (Rp 4,194 triliun) akan memengaruhi banyak aspek dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah kualitas fasilitas dan pembelajaran. Di sisi lain, pemotongan anggaran untuk PRPTN & PUAPT (Program Rehabilitasi Perguruan Tinggi Negeri dan Peningkatan Unit Akreditasi Perguruan Tinggi) juga akan mengurangi dukungan untuk perguruan tinggi, berujung pada peningkatan biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh mahasiswa.


3. Pemotongan Anggaran Beasiswa (termasuk KIP) sebesar 9%

Pemotongan anggaran beasiswa yang mencapai Rp 1,4 triliun, termasuk KIP (Kartu Indonesia Pintar), akan berdampak signifikan pada ribuan mahasiswa yang bergantung pada beasiswa untuk melanjutkan pendidikan mereka. Sebanyak 663 ribu dari 844 ribu penerima KIP yang sedang menjalani studi akan terancam tidak menerima bantuan lagi, dan tidak ada penerimaan mahasiswa baru penerima KIP di tahun 2025. Hal ini jelas akan menghambat akses pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga miskin dan menengah ke bawah.


4. Pemotongan Anggaran Tunjangan Dosen Non-PNS

Pemotongan anggaran tunjangan dosen non-PNS sebesar 25% (Rp 676 miliar) akan berdampak pada kesejahteraan dosen yang sebagian besar berstatus honorer. Dosen dengan status ini sudah bekerja dengan gaji rendah dan fasilitas terbatas, sehingga pemotongan tunjangan ini bisa memperburuk kondisi mereka, mengurangi kualitas pengajaran, dan menurunkan motivasi dosen untuk mengajar dengan baik.


5. Mobilisasi Mahasiswa sebagai Tenaga Kerja Murah melalui Program MBKM

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) banyak dipandang sebagai upaya untuk menjadikan mahasiswa sebagai tenaga kerja murah bahkan gratis untuk memenuhi kebutuhan pasar dan kepentingan kapitalis besar serta elit birokrasi. Mahasiswa yang seharusnya fokus pada pendidikan, justru banyak dimanfaatkan untuk pekerjaan yang tidak sesuai dengan kurikulum pendidikan mereka. Ini akan memperburuk nasib mahasiswa yang ingin mendapatkan pengalaman pendidikan yang lebih kaya dan bermakna.


6. Percepatan Transformasi PTN BLU ke PTN BH

PTN BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum) yang berubah menjadi PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) bertujuan untuk membuat perguruan tinggi lebih mandiri secara finansial. Namun, hal ini berpotensi memicu komersialisasi pendidikan, karena PTN BH dapat lebih bebas menetapkan biaya kuliah yang lebih tinggi. Ini berisiko meningkatkan ketidaksetaraan akses pendidikan bagi mahasiswa dari latar belakang ekonomi rendah.


7. Kekerasan Seksual Merajalela dalam Institusi Pendidikan

Kekerasan seksual di kampus merupakan masalah yang semakin sering dilaporkan, namun penanganannya sering kali tidak memadai. Terjadi ketidakseriusan dalam menangani kasus kekerasan seksual, sehingga korban tidak mendapat perlindungan yang layak dan pelaku tidak mendapatkan sanksi yang tegas. Hal ini berpotensi menciptakan lingkungan kampus yang tidak aman, penuh ketidakadilan, dan menghalangi kemajuan pendidikan.


8. Ruang Demokratis Diberhangus

Kampus seharusnya menjadi ruang untuk berpendapat dan berdiskusi secara bebas. Namun, saat ini banyak ruang demokrasi di kampus yang tereduksi oleh kebijakan yang menghambat kebebasan berbicara dan berdiskusi. Kebebasan berpendapat yang seharusnya dijaga, justru dibatasi oleh berbagai kebijakan yang merugikan mahasiswa dan civitas akademika lainnya.


9. Kampus Digunakan untuk Melegitimasi Kebijakan Rezim yang Anti-Rakyat dan Pro-Imperialis

Kampus harusnya menjadi pusat penciptaan pemikiran kritis, namun di banyak tempat, kampus justru digunakan untuk melegitimasi kebijakan politik yang tidak berpihak pada rakyat. Rezim yang pro-imperialis dan pro-feodal dapat memanfaatkan kampus sebagai alat untuk memperkuat kekuasaannya, dengan mengesampingkan kepentingan rakyat kecil dan buruh.


10. Pemberian Izin Usaha Perguruan Tinggi (IUP) untuk Kampus

Kebijakan untuk memberikan izin usaha perguruan tinggi kepada pihak swasta atau korporasi akan mengarah pada komersialisasi pendidikan. Pendidikan yang semestinya untuk kepentingan publik bisa berubah menjadi bisnis yang lebih mengutamakan keuntungan finansial daripada kualitas dan akses pendidikan yang setara.


11. Tukin Dosen ASN Selama 5 Tahun Tidak Dibayarkan

Tidak dibayarkannya tunjangan kinerja (Tukin) untuk dosen ASN (Aparatur Sipil Negara) selama lima tahun akan menurunkan kualitas kerja dosen dan memperburuk kesejahteraan mereka. Para dosen yang berperan penting dalam dunia pendidikan bisa semakin terpuruk kondisinya, yang pada akhirnya berimbas pada kualitas pengajaran yang mereka berikan kepada mahasiswa.


12. Pemotongan Anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebesar 21%

Pemotongan anggaran untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah dapat mengurangi kualitas pendidikan yang diterima oleh anak-anak Indonesia. Program wajib belajar, yang seharusnya memberikan kesempatan yang setara bagi semua anak untuk mendapatkan pendidikan, mengalami pemotongan anggaran hingga 87%. Hal ini bisa memperburuk ketimpangan dalam akses pendidikan dan mengurangi kualitas pengajaran di PAUD, SD, dan sekolah menengah.


Kesimpulan:

Dengan adanya pemotongan anggaran, liberalisasi pendidikan, dan kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan elit kapitalis, biaya pendidikan akan semakin mahal dan kualitas pendidikan akan menurun. Kondisi ini akan memperburuk kesejahteraan pekerja kampus dan mahasiswa, serta memperbesar kesenjangan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih aktif dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan yang merugikan pendidikan dan memperjuangkan hak atas pendidikan yang lebih adil dan merata.


Referensi untuk penjabaran yang saya sampaikan dapat merujuk pada beberapa sumber utama yang berhubungan dengan topik-topik pendidikan, kebijakan pemerintah, dan pengaruhnya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Meskipun saya tidak menyarankan sumber tertentu secara spesifik dalam teks yang diberikan, berikut adalah beberapa jenis sumber yang relevan yang dapat digunakan untuk mendalami lebih lanjut:


Dokumen Pemerintah dan Undang-Undang:


1.RUU Sisdiknas yang sedang dibahas di Prolegnas 2025 bisa dilihat melalui dokumen resmi pemerintah atau situs DPR RI untuk mendapatkan gambaran mengenai isi dan potensi dampaknya.

2.Data anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dapat ditemukan di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan laporan keuangan tahunan dari Kemendikbud.


Laporan dan Artikel dari Lembaga Pendidikan:


1.Laporan tahunan dari perguruan tinggi negeri atau lembaga pendidikan terkait pemotongan anggaran dan dampaknya pada biaya pendidikan dan kualitas fasilitas.

Artikel akademik yang diterbitkan oleh para peneliti di bidang pendidikan atau kebijakan publik, seperti yang ada di jurnal pendidikan atau jurnal sosial politik.


Media Massa dan Organisasi Pendidikan:


2.Artikel dan berita dari media nasional seperti Kompas, Tempo, The Jakarta Post, atau Merdeka yang sering melaporkan perkembangan kebijakan pendidikan dan dampaknya.


3.Lembaga-lembaga seperti ICW (Indonesia Corruption Watch) atau LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) yang sering meneliti masalah-masalah terkait kebijakan pendidikan, keuangan negara, dan korupsi.

Dokumen dari Organisasi Mahasiswa dan Aktivis Pendidikan:


4.Pernyataan sikap, petisi, atau laporan dari organisasi mahasiswa atau aktivis pendidikan yang menyoroti dampak kebijakan pemerintah terhadap mahasiswa dan pendidikan. Sebagai contoh, BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) universitas sering merilis informasi tentang pemotongan anggaran atau kebijakan MBKM.


Penelitian oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM):


1.Penelitian dari lembaga seperti SEKOLAH Rakyat, Yayasan Pendidikan Indonesia, atau LSPP (Lembaga Studi Pendidikan dan Pengembangan) yang sering menyuarakan isu-isu terkait kebijakan pendidikan dan dampaknya pada masyarakat.