RELEVANSI KADERISASI

 



RELEVANSI KADERISASI


PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan organisasi ekstra mahasiswa berbasis pengkaderan. Biasanya PMII tumbuh subur di dalam kampus kampus islam terkhusus yang berlatar belakang NU, ya karena memang organisasi ini mempunyai background NU. Organisasi yang lahir dari pemikiran para aktivis HMI ini memang dulunya tak mudah dalam mendapat perizinan pendirianya. Berawal dari mantan kader kader HMI yang merasa bahwa HMI sendiri sudah ditunggangi oleh kepentingan politik, kemudian lahirlah PMII sebagai langkah baru dalam gerakan kemahasiswaan yang mempunyai independensi tersendiri dan berhaluan Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr Wal Harokah.

Di kampus islam sendiri, terutama UIN/IAIN, ataupun STAIN, PMII mungkin bisa dikatakan sudah menjadi organisasi masa kini, bisa dikatakan PMII sudah menjamur disana. Namun jika dibandingkan dengan kampus kampus umum ataupun swasta, eksistensi PMII dirasa masih lemah. Yang saya lihat, hal tersebut terjadi karena salah satunya yaitu, basis masa mahasiswanya bukan orang orang NU. Lalu apakah mempunyai basis NU saja sudah cukup?. Tentu tidak, jangan lupakan aspek pengkaderan dalam organisasi. Pola pola kaderisasi dan pengembangan yang ada harusnya mampu menggiring doktrin mahasiswa dalam meyakini PMII sebagai organisasi yang benar.

Proses kaderisasi sendiri merupakan suatu hal yang perlu kita kulas lebih dalam. Mulai dari bagaimana pola yang ada, efektivitas pengkaderan, juga bagaimana kita bisa memberikan sistem pengkaderan yang sesuai. Karena seiringnya perkembangan zaman, tentunya karakter tiap kader per-generasi berbeda. Oleh karenanya, tentu kita harus pintar melihat dan mengamati keadaan yang ada agar mampu menciptakan pola pengkaderan yang bisa diterima oleh anggota serta kader PMII. Lalu bagaimana proses pengkaderan yang seharusnya diberikan?, apakah juga sistem dan pola pola pengkaderan tahun kemarin bisa kita terapkan ditahun ini?, dan bagaimana seharusnya pola pengkaderan yang mampu diterima oleh anggota agar tercipta kader kader PMII sebagai insan ulul albab?. Pertanyaan pertanyaan itulah yang sering muncul di pikiran saya, maka dari itu sedikit pandangan yang akan saya berikan mungkin bisa menjadi bahan mentahan untuk dibincangkan kembali dengan teman teman nantinya.

POLA PENGKADERAN PMII

Kata pengkaderan memang seperti sudah biasa terdengar ditelinga kita, yitu tentang apa dan bagaimana proses yang dijalani seorang anggota untuk diharapkan bisa membentuk karakter kader yang sesuai tujuan PMII sendiri. Ditambah dengan diharapkan sadar akan tanggung jawab dan sadar akan posisi trilogi PMII sebagai landasan ber-PMII dalam menunjang terbentuknya kader PMII sebagai insan ulul albab.

Dalam PMII sendiri terdapat jenjang pengkaderan mulai dari MAPABA sebagai pintu masuk mahasiswa menjadi anggota PMII. Pengkaderan taraf MAPABA adalah salah satu gerbang dimana mahasiswa bisa mengenal PMII. Pengenalan PMII yang bersifat doktrin disini bertujuan agar anggota baru merasa yakin dengan PMII yang diikutinya. Sistem pengakderan yang dilakukan pun tak harus memberatkan pada ideologisasinya, namun pada taraf ini memang lebih penting untuk memberikan pendidikan karakter kepada anggota. Untuk bagaimana anggota bisa mempunyai loyalitas dan totalitas dalam berorganisasi. 

Jenjang MAPABA tak bisa dikatakan pengkadearan yang remeh temeh. Pada taraf ini bisa saja menjadi tonggak berjalanya proses seorang kader kedepanya. Apakah akan mewujudkan seorang kader inti ideologis atau hanya akan membentuk kader kader simpatisan PMII. Penting memang, namun jika dilaksanakan dengan sistem yang keras pun belum tentu bisa mencapai tujuan yang kita harapkan dari proses pengakderan. Banyak dari kita yang kurang tepat dalam menjalankan pola pengkaderan pada jenjang ini. Oleh karena itu, dibutuhkan pandangan yang luas dalam membentuk sistem pengakderan agar anggotapun selain mengerti tentang materi PMII namun juga lebih penting lagi menjadi pribadi yang mempunyai karakter insan ulul albab.

Setelah MAPABA, seorang kader akan lanjut pada jenjang PKD. Jenjang pengkaderan yang menurut saya sendiri bisa dibilang proses penggemblengan mental kader. Taraf PKD bukan lagi kita bisa bergerak bebas sesuai dengan kemauan kita sendiri. Seorang kader Mujahid, yang digadang gadang sebagai pelopor pergerakan disetiap wadah dan tempa yang akan menjadi voulenteer perubahan dalam masyarakat. Karenanya pengakaderan pada taraf PKD sudah seharusnya tidak lagi menanyakan bagaimana kesiapan seorang kader dalam berproses. Namun, perubahan apa yang akan dibawa pada PMII sebagai organisasi mahasiswa yang mampu menghidupkan dan menyebarkan ajaran serta nilai nilai Aswaja sebagai ideologi yang dianut. Juga pelopor pergerakan untuk membela kaum Mustadh’afin, sebagai bentuk implementasi dalam memahami nilai nilai PMII sendiri.

Pendidikan PKD sendiri tak hanya bicara bagaimana kita bisa berproses dalam organisasi dengan maksimal serta menjalankan berbagai kegiatan yang ada di organisasi, namun peran kader disini tak boleh lupa dengan hakikatnya dia sebagai mahasiswa juga kader pelopor dalam organisasi. PMII yang mempunyai asas Pancasila dan berideologi Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr Wal Harokah dengan penguatan pondasi NDP yang dianut. Agar harusnya mampu menjadi doktrin mahasiswa sebagai Agen Of Change dan Iron Stock yang mempunyai tanggung jawab lebih, dalam hal kebaikan umat. Islam sendiri, sebagai Rahmatan Lill Alamin, yaitu pembawa rahmat pada mahluk lain dan alam semesta. Oleh karena itu, seyogyanya, seorang kader yang sudah menempuh taraf PKD mampu membangun paradigma berpikir bahwa kita harus mampu membuat perubahan dalam masyarakat. Tak hanya untuk dirinya sendiri, namun mampu menebarkan kebaikan kepada berbagai kalangan dan elemen masyarakat. 

Tentunya tak sampai disisni, masih ada proses pengkaderan formal lanjutnya sebagai penunjang proses pengkaderan masyarakat PMII. Adanya PKL atau biasa kita sebut Pelatihan Kader Lanjut merupakan sebagai bentuk proses pemantapan ideologisasi yang harus mempunyai sayap lebih lebar. Dalam artian kader PMII sudah harus mempunyai wawasan lebih dilain ideologisasi PMII yang ada namun juga dibutuhkan wawasan kebangsaaan yang luas. Kader PKL seyogyanya tidak hanya mengamati segala problem sosial yang ada, namun mampu menginisiasi segala bentuk gerakan dalam membangun sistem demi terwujudnya kesehjatraan masyarakat sekitar khususnya.

Pendidikan PKL bukanlah akhir, ada bentuk pendidikan PKN (Pelatihan Kader Nasional) yang lebih luas lagi dalam membangun paradigma berorganisasi. Taraf pendidikan PKN bukan lagi untuk hanya menyiapkan bagaimana sistem pengkaderan anggota anggota dibawahnya, namun tanggung jawab kader pada masa ini juga tak luput dengan proses pengawalan berjalanya suatu pemerintahan negara. Pada taraf ini, pengkaderan PKN menuntut terlahirnya seorang kader pergerakan yang mampu membuktikan dengan konkrit bagaimana perubahan yang dilakukan. Mengingat negara kita yang mempunyai sistem demokrasi dimana suara rakyat seharusnya lebih tinggi dari segalanya, maka segala perubahan yang akan dilakukan harus memberikan dampak pada kebaikan rakyat.

RELEVANSI DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENGKADERAN

Melihat kembali tulisan diatas, yang saya sendiri tuliskan menurut pandangan pribadi. Entah salah atau benar, tapi begitulah saya berpikir proses pengkaderan formal PMII bisa berjalan. Mengingat tanggung jawab sebagai kader PMII yang juga seorang mahasiswa, untuk segala tanggung jawab yang diterima harusnya mampu dilaksanakan dengan sebaik baiknya.

Lalu apakah hal tersebut mampu menunjang agar terciptanya kader PMII sebagai insan ulul albab?. Kader pergerakan juga seorang intelektual yang mampu memahami nilai ketuhanan untuk menjalani kehidupan berbangsa dan negara. Segala lika liku proses yang ada tak jarang menghambat jalan pengkaderan, formal, informal, maupun nonformal. Apakah pola pengkaderan yang sudah ada mampu diterima oleh segala generasi?.

Sepertinya penting bagi kita untuk merumuskan pola pengkaderan dengan segala pendekatan emosional kepada anggota PMII. Pengkaderan pengkaderan yang bersifat ceremonial dan monoton cenderung membuat bosan anggota. Sifat pengkaderan yang mampu fleksibel lebih bisa diterima dan dipahami daripada menggunakan sistem yang sak-klek. Pengawalan dari mulai proses MAPABA sampai jenjang PKD sangat perlu diperhatikan, demi terwujudnya tujuan kaderisasi sendiri, terlebih bentuk pelatihan pada anggota baru. Karena, yang dibutuhkan pertama oleh para anggota PMII bukanlah intelektual yang tinggi, melainkan bentuk kenyamanan yang mampu menimbulkan keyakinan pada setiap anggota. 

Bentuk fleksibelitas pengkaderan harus mampu berjalan beriringan dengan perkembangan zaman. Dalam prakteknya, segala keadaan dengan segala problematika yang ada perlu kita pandang secara luas dan terbuka. Agar terciptanya bentuk bentuk perkembangan yang mampu kita analisis seperti apa seharusnya pola pengkaderan yang bisa kita implementasikan. Karena, tak serta merta pola pengkaderan kemarin bisa kita praktekan pada hari ini. Itulah bagaimana pentingnya untuk kita bisa membuka pandangan secara luas agar bisa melihat suatu keadaan dari berbagai sudut pandang agar tercapai proses pengkaderan yang relevan dan efektif sesuai perkembangan zaman yang ada.



Karya:kojahan pergerakan