Apakah PMII adalah organisasi ideal untuk aku ikuti?"
Apakah PMII adalah organisasi ideal untuk aku ikuti?"
Manusia secara epistimologi merupakan hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasar akal pikiranya. Manusia adalah hewan yang berpolitik, hewan yang membangun masyarakat diatas family-family menjadi pengelompokan yang impersonal dari pada kampung dan negara (Aristoteles 384-322 SM). Pemahaman pernyataan tersebut tentunya harus menggunakan analisa yang kompleks dan tidak pragmatis dalam penyimpulanya. Tentunya juga tak salah jika manusia dikatakan hewan yang berakal sehat, karena memang pada kenyataanya kita sama dengan makhluk lain dimana mereka hidup, berkembang, bernafas dan melahirkan generasi baru.
Perbedaan yang mendasar diantara manusia dengan makhluk yang lain adalah kesehatan akal yang mampu melahirkan pikiran secara sistematik dan rasional dalam beradaptasi di segala keadaan. Kemampuan berpikir yang didasari landasan empiris, filosofis, dan historis dapat memunculkan suatu pernyataan antara perbedaan yang benar dan yang salah. Yang dibentuk oleh apa yang namanya akal budi, yaitu suatu alat pikir yang mampu melahirkan tindakan berdasar nilai medis, nilai estetis dan nilai etis.
Manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai relasi luas akan manusia lain di sekitar ataupun lingkunganya, mendorong tindakannya untuk selalu dinamis mengikuti perkembangan yang ada, beradaptasi dan menanyakan eksistensinya . Kemudian dalam perjalananya, manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berkehidupan, menciptakan suatu kondisi sosiologis yang terbentuk berdasar persamaan hak dan kewajiban, maupun secara kultural historikal. Kondisi sosiologis masyarakat sendiri menghasilkan bentuk interaksi antara dua manusia yang terjadinya proses validasi terkait satu sama lain, maupun validasi terkait dirinya sendiri. Kemudian, sampailah pada konteks pertanyaan sebenarnya untuk apa kita ada?, atau untuk apa kita hidup ?. Dan final jawabanya ketika rasionalitas manusia tidak mampu menjawab hal tersebut, maka dapat ditemukan dalam pilihan kepercayaan religiusitas dari manusia itu sendiri
Dalam wahyu di agama islam sendiri, manusia ditugaskan untuk menjadi pemimpin ketika mereka diciptakan, pemimpin bagi dirinya sendiri maupun dalam skala kelompok besar. Proses kepemimpinan disini menyangkut manusia di muka bumi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi sesama umat manusia dan makhluk lain. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, untuk memiliki kehidupan yang bahagia, manusia memilih keyakinan yang menjadi tuntunan hidupnya, sebagai salah satu hal yang mampu menunjang proses kepemimpinan guna menciptakan dan membawakan kebaikan maupun kebahagian bagi semua makhluk.
Pola kepemimpinan yang dilakukan oleh manusia selalu mengalami perkembangan dari mulainya dia dalam masa asuh di lingkup keluarga, hingga lingkup masyarakat luas. Kepribadian dan pola tingkah laku manusia sebagai bekal kepemimpinan selalu berawal dari proses kehidupan dalam ranah keluarga. Kebiasaan orang tua yang diajarkan anaknya selalu membentuk kepribadiannya, dan nanti akhirnya akan berkembang seiring meluasnya interaksi sosial yang dilakukan manusia sendiri. Seiring berkembangnya pola pemikiran, pertanyaan “untuk apa sebenarnya kita hidup?”, seharusnya seiring berjalanya waktu mampu terjawab dengan proses proses yang kita lakukan dalam menjalani kehidupan, karena proses tersebut merupakan apa yang disebut jalan yang kita pilih sendiri dan jawaban dari pertanyaan yang ada di diri kita.
Perhatian yang perlu kita garis bawahi dalam proses yang kita pilih adalah masalah keyakinan, karena bagaimanapun tak akan maksinal suatu pilihan jika tak dilandasi rasa yakin pada jalan tersebut. Dan tentunya untuk mencapai taraf yakin, kita harus paham betul jalan apa yang sebenarnya kita pilih.
Diusia sekarang, dimana menjadi mahasiswa, kita selalu ditanyakan terkait apa yang seharusnya kita wujudkan, yaitu tak lepas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Lalu sebenarnya apa yang akan kita bawa, apa yang akan kita berikan, apa yang akan kita lakukan untuk mewujudkan hal tersebut ?. Apakah Instansi Perguruan Tinggi sudah membekali kita sedemikian cukup ?, apa dengan proses pembelajaran sedemikian rupa sudah membuat kita mampu merasa bahwa sudah pantas untuk kita merubah keburukan menjadi kebaikan dalam masyarakat ?. Perlu pertimbangan yang matang beserta bekal juga pengalaman yang tentunya tak sedikit.
Ada banyak pilihan ketika kita masuk dalam dunia kampus dan menjadi mahasiswa, kita kan menjadi seperti apa?. Apa kita cukup untuk melakukan pembelajaran dalam kelas saja?. Atau harusnya kita mengikuti kegiatan kegiatan diluar kampus yang mengajarkan terkait soft skill dan hard skill ?. Tentunya pilihan yang kita ambil seharusnya mampu menunjang apa yang dicita citakan mahasiswa sendiri, yaitu sebagai Agent of Change, kaum intelektual yang kehadirannya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan, serta meningkatkan SDM terpelajar yang nantinya sebagai pelopor perubahan kemajuan bangsa ke arah yang lebih baik. Tidak hanya duduk dalam kelas perkuliahan, kemudian mengerjakan tugas saja yang menjadi kewajiban mahasiswa. Tujuan dan fungsi mahasiswa sebagai kekuatan moral (Iron Stock), dalam era globalisasi sekarang, harusnya mampu mempertahankan moral bangsa yang menghasilkan nilai-nilai kebajikan dalam menjaga kebudayaan yang sesuai dengan jati diri bangsa.
Dalam membantu mewujudkan cita-cita tersebut, mahasiswa sebagai kaum akademis seharusnya menjadi harapan terbesar dalam memajukan kesejahteraan umum, kesejahteraan yang di rasakan bukan untuk kalangan elit sosial, melainkan untuk seluruh warga negara. Mahasiswa juga ikut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, cerdas dalam melihat situasi dan peluang dalam berbagai bidang (Social of Control).
Mengingat pentingnya peran mahasiswa tersebut, maka mahasiswa membutuhkan wadah dan fasilitas lebih diluar kelas perkuliahan yang mampu menunjang agar mencapai apa yang dicita citakan. Karena dalam realitanya pendidikan dalam kelas perkuliahan yang hanya berbentuk teoritis saja tak cukup untuk membekali mahasiswa dalam mewujudkan tujuanya. Lantas, sepertinya pilihan menjadi seorang organisatoris menjadi salah satu jalan yang menunjang hal tersebut. Karena dalam berorganisasi kita mampu mempelajari hal hal yang tak diajarkan dalam kelas kuliah, seperti pendidikan karakter dalam melatih soft skill dan hard skill dalam menunjang teoritis yang dipunyai.
PMII merupakan salah satu organisasi ekstra mahasiswa yang memberikan bekal ideologisasi dan pengembangan diri guna menciptakan mahasiswa yang mampu berpikir kritis dan mempunyai mental tangguh dalam mewujudkan apa yang dicita citakan mahasiswa. Sebagai organisasi mahasiswa, PMII berasaskan pancasila, asas yang sama dengan ideologi negara dalam mengatur seluruh tatanan kehidupan dan bangsa indonesia serta mengatur penyelenggaraan negara. Berangkat dari hal tersebut, PMII bersinergi untuk bersama mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa indonesia. Organisasi PMII yang bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independen dan professional, menjadikan sebuah wadah yang tepat untuk pendidikan karakter dan pengembangan mahasiswa. Adapun dari tujuan organisasi PMII ini yang termaktub di dalam salah satu produk hukum PMII yaitu AD/ART PMII dalam Bab IV pasal 4 yaitu, “Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada ALLAH SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia".
Karya: kojahan pergerakan Buku saku