Pray for Rempang

Di sini tanah air kita, kita bukan turis!!!


Pembangunan Kota Batam, sekarang masuk babak baru. Pembangunan menyasar pulau-pulau besar di sekitar seperti Pulau Rempang, Galang dan Galangmulai diberikan kelola kepada investor.

Di pulau-pulau sekitar Batam itu, akan dibangun industri, pariwisata, hingga permukiman skala besar. Pemerintah sudah menunjuk PT MEG sebagai pengembang.

Warga Rempang, yang menempati pulau turun menurun menolak kalau sampai kehadiran investor menggusur mereka.

Rencana pengembangan yang beredarkampung-kampung menjadi lokasi strategis pembangunan dan  berisiko mereka direlokasi. Warga protes.
“Berpancang amanah bersauh marwah kampung Melayu. Kampung bertuah dibangun dengan susah, keringat dan darah, pantang dipindah sebagai bukti sejarah.” 

Begitu spanduk penolakan relokasi  oleh Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) terbentang di pinggir Jalan Trans Barelang, Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, awal Mei lalu. Spanduk juga terpasang di beberapa sudut kampung.

Aksi penolakan warga ini menyusul pelepasan Pulau Rempang, Galang dan Galang Baru ke pengembang yaitu PT Megah Elok Graha (MEG), anak usaha Artha Graha,  perusahaan Tomy Winata ini resmi mengelola 17.000 hektar pulau-pulau itu.

Bagaimana nasib warga yang menetap di kawasan itu jauh sebelum pemerintah Kota Batam ada?

Tak ada negosiasi

Kabar Pulau Rempang akan dibangun pemerintah sudah tersebar sejak lama. Bahkan sebelum MEG resmi jadi pengembang pada 12 April 2023, kabar itu sudah dulu tersebar dari mulut ke mulut. Warga mulai cemas.

Informasi pembangunan makin nyata setelah tersebar rencana pengembangan Pulau Rempang dalam bentuk file PDF. File itu cepat tersebar dari warga ke warga lain.

Tak hanya memuat kawasan yang akan dibangun, juga tertera luasan pembangunan tahapan awal.
Diskusi-diskusi antar warga terjadi setelah informasi itu santer beredar. Sebagian besar menolak pembangunan kalau mengorbankan perkampungan mereka. Apalagi sampai relokasi warga ke satu tempat (rusun).

“Kami ini sudah sejak 1834 berada di kampung ini, peninggalan-peninggalan sejarah ketika itu masih bisa dilihat sekarang,” kata Gerisman Ahmad, Ketua Keramat kepada Mongabay, beberapa waktu lalu.

Kekhawatiran warga makin memuncak ketika MEG resmi sebagai pengembang Rempang dan Galang,  12 April 2023. Hal itu ditandai dengan peluncuran program pengembangan kawasan Rempang di Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, 12 April 2023. Acara dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Peresmian itu makin membuat penolakan terus bergaung terutama yang berada di perkumpulan Keramat. Di dalam Keramat ini tergabung 16 kampung yang sebagian besar menolak relokasi.

Gerisman mengatakan, 16 kampung yakni, Tanjung Kertang, Tanjung Kelingking, Rempang Cate, Belongkeng, Pantai Melayu, Mongak, dan Pasir Panjang. Lalu, Sembulang, Sungai Raya, Dapur Enam, Tanjung Banun, Si Jantung, Dapur Tiga, Air Lingka, Galang Baru, dan Pengapit.


Selain spanduk penolakan, Keramat juga menjalin silaturahmi sekaligus membahas pembangunan Rempang, di Pantai Kampung Melayu, Rempang, 11 Mei lalu.


Gambaran: Spanduk penolakan relokasi dari warga Rempang Batam dipasang di tepi jalan Trans Barelang. Foto Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia


Spanduk penolakan relokasi dari warga Rempang Batam dipasang di tepi jalan Trans Barelang. Foto Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia
Keramat tak hanya mengundang warga, juga BP Batam dan perwakilan MEG sebagai pengembang. “Kita hanya ingin bersilaturahmi satu sama lain, jangan sampai kita saling berbenturan,” katanya di depan tamu undangan.

Acara ini bentuk kebesaran hati warga mengundang semua pihak agar masalah pembangunan Rempang bisa dibicarakan dengan baik. Nyatanya, yang datang hanya Direktur MEG, minus perwakilan pemerintah daerah baik Pemerintah Kota Batam maupun BP Batam.

“Saya tidak kecewa, tetapi sangat kecewa, ini bukti pemerintah tidak terbuka kepada kami,” kata Gerisman.

Tidak lama setelah acara, Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyampaikan permintaan maaf melalui siaran pers karena tak datang dalam undangan Keramat.

Dia berjanji mengundang warga Rempang. “Dalam waktu dekat, karena keinginan yang kuat dari Kepala BP Batam untuk bertemu dengan masyarakat Rempang-Galang, kami akan aturkan agenda khusus untuk ini,” kata Ariastuty Sirait, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Mei lalu.
Sampai tulisan ini turun Gerisman bilang tak pernah diajak Kepala BP Batam bicarakan pembangunan Pulau Rempang, Galang dan Galang Baru.

Warga bersama-sama membacakan pernyataan sikap penolakan pembangunan yang mengganggu kampung mereka.

Warga minta pembangunan Pulau Rempang tidak mengganggu kampung yang ada sejak ratusan tahun lalu.

Luas kampung sekitar 1.000-1.500 hektar, atau hanya 5% dari 17.000 hektar kawasan yang akan dibangun MEG.

“Meskipun pemerintah selalu sampaikan akan pertahankan kampung warga, saya tidak percaya kalau hanya komunikasi seperti itu, saya mau ada surat tertulis,” kata Gerisman.
Dia memastikan, tak ada negosiasi untuk relokasi. Kalau relokasi tetap dilakukan, katanya, masyarakat akan bersatu datang ke relokasi untuk membuat pagar betis.

“Jangan sampai ketika cucu saya tanya dimana Tanjung Kertang (kampung yang terdampak), saya hanya bisa menunjukkan di atas kertas, tetapi kampungnya sudah tidak ada,” kata Gerisman.

Trijono, Direktur MEG mengatakan, duduk bersama bermusyawarah dan mufakat, katanya, untuk cari solusi permasalah pembangunan Pulau Rempang.

Meskipun pembangunan Pulau Rempang berada di kampung warga, mereka akan bangun hanya berdasarkan tata ruang Pemerintah Kota Batam.