Mahasiswa




Ba'da magrib, aku menghampiri Ibu.

Semburat wajah yang lembab sebab beningnya air wudhu adalah bentuk cinta beliau pada -Robbnya.

Konon Tuhan selalu mengabulkan yang ia pinta untuk anaknya. Demikian keajaiban Cinta.

"Bu, esok aku sudah jadi Mahasiswa. Apa Mahasiswa itu Bu?", tanyaku pada Ibu.

Ibu malah sayu, kemudian tersenyum bangga dan haru menatapku.

"Ibu dan Bapak mu hanya tamat SD Nak. Kamu lupa?".

Aku tahu namun ada yang aku tunggu, tersenyum kutatap wajahnya sembari menunggu

petuahnya yang di ilhami Tuhan.

Tak lama berkata Ibu.

"Mungkin mereka adalah orang-orang bermimpi besar Nak. Seperti gurumu. Kalau dia

cerdas, maka di cerdaskan orang-orang di sekitarnya. Kalau dia bertani, maka diajak

sejaterah juga para petani, kalau dia diberi amanah dipegang teguh seperti mimpinya,

kalau dia pergi bertemu Tuhan-nya, maka diajaklah orang sekelilingnya".

Sejuk petuah Ibu, memang buatan Tuhan setiap katanya. Bagiku memang tak ada yang

lebih dari seorang Mahasiswa selain hanya memperbesar manfaatnya bagi orang disekitarnya.

Mahasiswa bukan yang pintar mendebat, namun lupa akan menghormat. Bukan yang

paling banyak membaca, tapi sedikit mengamalkannya. Mahasiswa adalah titisan Tuhan

berbentuk kesempatan. Mahasiswa adalah sekumpulan orang penuh kemandirian.

Pagi-pagi sekali aku berlari ke atas bukit di antara ilalang yang bertepuk tangan di peluk fajar.

Berbekal petuah Ibu. Aku peluk Buku “The Dream” milik Pak Cik Hirata. Demikian diatas puncak aku berteriak.

“BERHENTI BERCITA-CITA ADALAH TRAGEDI DALAM HIDUP MANUSIA!!”.

Karya : sahabat yahya